Banyak sekolah di Jakarta yang sudah meninggalkan "kewajiban" baris berbaris. Itulah yang melatar belakangi SMU Negeri 70 Jakarta Selatan kembali menggelar kegiatan itu.
"Kita ingin membuat sesuatu yang beda dan kreatif. Baris berbaris itu jika dikreasikan merupakan sesuatu yang menyenangkan," kata Jihan Abu Bakar B, ketua pelaksana Lomba Variasi dan Formasi Pasukan Baris-Berbaris tingkat SMU se-Jabotabek di SMUN 70 kemarin (27/9).
Menurut siswa yang aktif di TLUP-Tata Laksana Upacara-SMUN 70 ini, lomba yang mengundang lebih dari 40 regu dari SMU Negeri maupun swasta se-Jabotabek ini, diselenggarakan karena panitia ingin mengubah pandangan banyak pelajar tentang kegiatan ekstrakulikuler paskibraka atau baris-berbaris itu membosankan.
"Kami ingin membentuk persepsi baru tentang paskibraka menjadi kegiatan yang melatih kreatifitas dan menyenangkan," tambah Jihan.
Pasalnya rata-rata siswa SMU pada umumnya melihat kegiatan baris-berbaris adalah membosankan dan tidak berkembang, alias begitu-begitu saja.
Keinginan 63 siswa penyelenggara lomba ini terbukti. Banyak siswa dari SMU lain antusias menyaksikan jalannya perlombaan yang berlangsung dari jam 07.00 sampai jam 18.00. Tak kurang dari 1.000 siswa dan masyarakat umum berduyun-duyun menyaksikan lomba di terik panasnya Jakarta itu.
Sambutan peserta lomba pun sangat positif. Pihak panitia terpaksa menolak tak kurang dari 50 tim, karena anggaran dan rencana mereka hanya untuk sekitar 40 tim.
Di tempat yang sama, Fadil Dewa Brata --ketua TLUP SMUN 70-- dan sekaligus pencetus ide perlombaan tersebut mengaku, persiapan lomba ini sekitar 4,5 bulan dan technical meeting-nya 1 bulan sebelum hari H.
"Kami sengaja memberikan kesempatan kepada calon peserta lomba untuk mengasah otak mereka membentuk variasi dan formasi barisan sekreatif mungkin," katanya.
Mengundang 40 lebih tim dari sekolah lain dan satu band remaja baru di blantika musik Indonesia Super Glade, tidaklah murah. Fadil, Jihan dan rekan-rekan panitia lain harus kerja ekstra keras mengumpulkan dana sebesar Rp 33 juta.
Bantuan paling besar dari Pemprov DKI, sebesar Rp 10 juta dan sisanya dari para sponsor. Dan, yang lebih membanggakan adalah siswa mengumpulkan dana mandiri dari mereka sendiri.
Bagaimana dengan Komite Sekolah, apakah mereka tidak membantu? "Sebenarnya mungkin bisa, tapi karena birokrasi mengajukan proposal dana ke KS itu lama, kami memilih cara cepat yaitu mengumpulkan dana dari siswa, toh kegiatannya juga untuk siswa juga," tambah Fadil.
Nilai edukatif dari kegiatan itu sendiri apa? "Sportvitas dan kebersamaan," jawab Fadil, terutama di dalam tim panitia.
Jika mengerjakan proyek kegiatan yang lumayan besar seperti ini, para siswa dari ekstrakulikuler berbeda bisa lebih mengeratkan kebersamaan. Soal sportivitas sudah tentu terbentuk karena dalam sebuah perlombaan peserta, panitia maupun juri dituntut kesportivitasannya.
Tentang kreativitas siswa, diperlukan karena setiap tim harus menampilkan paling tidak 3 variasi gerakan berbaris dan 2 formasi atau membentuk sesuatu dalam barisan. "Melakukan dua hal tersebut dalam barisan tidaklah mudah," ujar Jihan.
Diperlukan koordianasi tim yang kompak dan kreativitas tinggi untuk menghasilkan variasi dan formasi barisan yang bagus.
"Satu lagi yang paling penting, kegiatan ini secara tidak langsung mengalihkan perhatian pelajar ke arah kesibukan yang positif daripada tawuran atau jalan-jalan di mal," tambah Fadil.
Akhirnya, acara yang dihadiri delapan juri dari purna-Paskibraka Indonesia dan Kapolda Metro Jaya Makbul Padmanegara itu, berlangsung sukses. Bagi pemenang disediakan Piala Dikmenti DKI, serta hadiah dari sponsor. (tlup12/jawapos)
No comments:
Post a Comment